Pernah suatu kali ada seorang pelatih olahraga dengan bersemangat berpidato di depan timnya: MUSUH YANG HEBAT ADALAH BAGUS! (the enemy of GREAT is GOOD)
Pernyataan sederhana itu mengandung kebijaksanaan yang luar biasa.
Selama kita merasa puas dengan yang bagus, kita tidak akan pernah
menjadi yang hebat.
Penulis Inggris, Somerset Maugham, pernah berkata, “Yang menarik dari kehidupan adalah jika anda menginginkan hanya yang terbaik, biasanya anda akan mendapatkannya.”
Sebaliknya juga benar. Jika anda menginginkan kehidupan yang biasa-biasa atau seadanya, anda juga akan mencapainya.
Sejumlah orang menjalani kehidupan tanpa menyadari adanya “alasan”
yang membebani mereka. Beberapa orang lain menyadarinya, tetapi terus
memelihara “alasan” tersebut.
Mengapa? Karena “alasan” tersebut memberikan zona nyaman, dimana pencapaian seadanya bisa diterima umum.
Mereka dengan rela memelihara berbagai “alasan” tersebut karena hal
itu memungkinkan mereka menyerahkan tanggung jawab atas kesuksesan
mereka kepada orang lain, sekaligus menimpakan kesalahan atas kegagalan
mereka pada orang lain.
Mereka punya alasan “yang masuk akal” untuk setiap hal dalam kehidupan mereka.
Tetapi, jika kita tiba-tiba tidak memiliki alasan apa pun untuk
membenarkan pencapaian kita yang seadanya, hanya tersisa dua pilihan
sederhana:
1. Menerima 100% tanggung jawab atas situasi di sekitar kita dan mulai melakukan perubahan (kesuksesan!)
2. Menerima bahwa kita tidak mampu mengendalikan kehidupan dan menyerah pasrah (kegagalan!)
Jika dihadapkan pada dua pilihan ini, berubah atau menyerah, tampaknya cukup jelas mana yang seharusnya kita pilih.
Tetapi sayangnya, “alasan” menyediakan pilihan ketiga. Sebuah
pilihan yang akibatnya lebih parah daripada kegagalan itu sendiri,
yaitu: PENCAPAIAN SEADANYA.
“Alasan” seakan mengubah kita dari orang yang punya niat baik (untuk
berubah), tetapi “terpaksa” menjadi korban nasib yang kejam. Kita
sebetulnya ingin menjadi hebat, tetapi tidak bisa. Kita ingin mencapai
sasaran yang bagus, tetapi tidak mampu melakukannya. Kita tidak
memiliki kesempatan, tidak punya gen, keturunan atau bakat sukses,
tidak punya nasib baik…. dan seribu satu alasan lain…. yang membuat
kita “harus” puas dengan apa adanya yang bisa kita dapatkan.
Pilihan ketiga itu… PENCAPAIAN SEADANYA (BIASA-BIASA SAJA)… bahkan lebih buruk daripada kegagalan total.
Bila jatuh ke dasar, paling tidak akan memaksa kita untuk melihat
kembali keadaan kita, dan mempertimbangkan pilihan-pilihan lain. Ketika
anda menumbuk dasar dan mendapati diri anda pada titik terendah
kehidupan, hanya ada satu jalan yang harus dituju: NAIK.
Penderitaan, kegagalan total, atau kehancuran mutlak menciptakan situasi LAKUKAN ATAU MATI, yang akan memaksa kita bertindak.
Namun tidak begitu dengan pencapaian seadanya. Bahaya terbesar dari
pencapaian seadanya adalah bahwa HAL ITU BISA DITOLERANSI. Kita bisa
“nyaman” hidup di tengahnya dan terbiasa dengannya.
PENCAPAIAN SEADANYA ini mungkin terasa mengganggu, atau kadang
terasa cukup menyakitkan begitu disadari. Tetapi seringkali tidak
pernah cukup membuat frustasi, untuk membuat kita memutuskan melakukan
perubahan.
Apakah anda kenal seseorang yang berada dalam situasi seperti itu?
Bagaimana dengan anda sendiri?
(“Once Upon A Cow”, Dr. Camilo Cruz)
0 komentar:
Posting Komentar